Sabtu, 18 Agustus 2012

Goresan untuk Ayah dan Mama

Untuk orang-orang tersayang yang pernah aku milikki...

Ayah.. Mama.. Aku bahagia terlahir di keluarga ini. Aku amat bangga. Aku anak pertamamu, amat bersyukur. Kalian selalu memberikan kebahagian dalam hidupku. Kalian selalu memberiku semangat hidup. Kalian memberi arti hidup, tujuan hidup. Terimakasih karena kalian telah mengenalkanku akan dunia-dunia islami.


Ayah.. Mama.. aku membuat tulisan ini saat sebelum malam takbiran. Entah apa yang membuatku ingin membuat tulisan ini. Ini asli dari hatiku untuk kalian. Aku hanya ingin mencurahkan semua perasaanku kepada kalian.



Untuk Ayah..

Ayah.. Jujur, kau adalah orang terhebat yang pernah aku milikki. Mendengar kisahmu, yang dulu tinggal di daerah perdalaman jawa, bisa sampai seperti ini. Sungguh, aku amat bangga.

Engkau pahlawanku di waktu kecil, panutan hidup yang sempurna di mataku, yang bergeser ketika waktu berjalan dan aku tumbuh semakin besar. Ya, seiring berjalannya waktu dan sebagai orang normal, aku gadis satu-satunya yang kau milikki, mulai menyukai lawan jenis, mulai mencari-cari idola. Yah, sebenarnya ayah tak tergeser dari hatiku, hanya saja ada yang mendampingimu dihatiku. Tapi, ayah mempunyai tempat special di hatiku. Idola yang ku punya tak ada apa-apanya dibanding ayah. Ayah lebih hebat, lebih tampan, cerdas, sholeh. Meskipun aku kadang memakai wallpaper idola yang selalu ada di layar kaca itu, sebenarnya jauh dari dalam hati, ayahlah rajanya. Ayah mampu membuat hatiku luluh, Ayah bisa lebih mampu membuatku semangat menjalani hidup. Ayah bisa lebih mampu membuat aku sombong menceritakan ayah kepada teman-temanku. Ayah yang paling bisa dari pada idola itu. Ayah, ayah harus percaya bahwa aku adalah penggemar terberat ayah.


Ayah aku ingat, ketika kau mengajariku bersepeda. Ayah memegang sadel belakang, Ayah mendorongku sambil lari, Aku pun duduk diatas sepeda memegang setang sambil mengayuh sepeda, kemudian pedal dilepas oleh ayah. Ayah, ketika itu aku berpikir bahwa kau sengaja ingin menjatuhkanku, ternyata aku salah.. ayah berusah membuat aku bisa, dan hasilnya sempurna.. Aku bisa bersepeda dengan yang lainnya kemana saja aku suka. Aku lihat kau tersenyum bahagia melihat aku bisa bersepeda. Ayah mengajariku renang juga dengan seperti ini, diam-diam melepaskan. Ah, ayah! jangan-jangan ini hobimu ya? Tak peduli seperti apa aku menangis dan bermanja, perhatianmu membuatku paham arti tertatih menuju bahagia dan menjaga diri ketika kelak dewasa.


Ayah, Jujur aku malu sekali. Cucuran keringatmu, Lipatan dahimu jarang sekali aku hitung. Kulitmu yang menghitam karenaku jarang aku pikirkan. Ayah, maafkan aku sebagai anak yang tak tahu diri dan manja ini. Ayah, aku berpikir bagaimana rasanya menjadi seorang ayah. Pergi berlama-lama di tengah laut demi keluargamu. Pergi banting tulang untuk membuat anak-anakmu bisa lebih hebat darimu. Ayah, maafkan aku karena aku baru memikirkan ini 1 tahun yang lalu.


Ayah, aku rindu masa kecilku. Saat kau mengajarkanku renang, saat kau menceritakan kisah teladan rasulullah, saat kau menina-bobokan ku dengan alunan suara jawa. Aku rindu. Tapi aku malu.


Ayah, terimakasih sekali telah mau aku repotkan dengan dana yang kau keluarkan untuk keperluan hidupku. Sekolah, makan, bahkan sampai tragedi sekarang. Maaf aku hanya bisa menyusahkanmu.



Untuk Mama..

Ma, kau perempuan dengan sosok tegar dan sabar untuk mengahadapi makhluk sepertiku. Mama lebih lama berada di rumah daripada ayah, jadi mama tahu bagaimana sifatku. Mama, seringkali aku membentakmu atau bernada lebih keras darimu, tapi kau tetap tersenyum. Andaikan kau tahu, setelah membentakmu, selalu terbesit dalam benakku ingin minta maaf kepadamu, tapi seiring berjalannya waktu aku malu dengan umurku.

Mama, ingatkan? ketika mama mengepruk-ngeprukan sepatu yang telah aku cuci? Saat itu aku salah besar membentakmu. Sampai kau mengeluarkan air-mata. Sungguh, aku tidak pernah menganggapmu seorang pembantu, sungguh. Aku lepas kendali saat itu. Setelah kejadian itu, mungkin kau menganggap aku tak tahu dosa masuk dan membanting pintu kamarku. Tapi Ma, dikamar itulah aku menangis sejadi-jadinya.. Aku menyesali diri. Pikiranku berkecamuk melawan gengsi. Aku yang keras kepala ini luluh, gengsiku lenyap, ketika aku tak tahan mendengar kau menangis dalam kamar juga, mengadu pada ayah. Mama, sungguh aku amat menyesal.


Aku amat menyesal tapi selalu saja aku ulang. Itu lah aku yang bodoh. Sampai sekarang pun aku sering membentakmu dan memakai mataku yang tajam. Bukan, bukan karena aku membenci mama. Tapi, entahlah aku tak tahu mengapa. Mama, sungguh aku sangat menyayangimu. Tatapanmu yang teduh, tenang, selalu membuat aku bahagia. Maafkan aku, atas segala dosa yang pernah aku lakukan.


Mama, mungkin aku adalah orang yang paling bahagia mempunyai Mama sekaligus teman bercandaku di rumah. Mama, yang selalu menemaniku, selalu memanjakanku. Mama, aku rindu masa kecilku. Masa, saat mama menggendongku, memandikanku, membersihkan ompolku. Wajar, kalau sampai sekarang aku memintamu untuk menyuapi aku. Aku merindukan masa-masa itu.


Mama, kau termasuk wanita perkerja. Berangkat pagi pulang siang, terkadang sore. Mama, sungguh aku kagum padamu. Mama wanita pekerja tapi mama bisa membagi waktu untuk mengurus rumah tanggamu dan untuk kerjamu. Bahkan kerjamu tidak hanya satu, bahkan jika dibulatkan bisa menjadi 5. Ya Alloh, sungguh.. Aku sangat berterimakasih padaMU.


Mama, pasti kau pernah mendengar nama Cut Nyak Dien atau Kartini? Mereka adalah perempuan hebat. Tapi, mama lebih hebat. Bukannya menggombal atau meminta sesuatu darimu, tapi sungguh aku menulis dari hati.



Mama, kau bagai bidadariku dan Ayah, sebagai malaikatku. Kalian selalu menjagaku dengan teliti, bahkan mempunyai strategi untuk kehidupanku kelak (yang asalnya stategi itu aku tolak). Ketika aku sakit pun, kalian rela membuat hatiku menjadi damai, hanya dengan menggenggam tangan kalian. Sentuhan kalian, membuat aku tak berdaya.


Mama ayah, kalian tahu Delisa yang ada di novel? Mama mungkin tahu karena mama pernah membaca novelnya. Ma, ketika mama membaca bagian saat Delisa berkata pada ibunya, "Aku cinta Ummi, karena Alloh." dan mama menangis membacanya, aku ingin sekali mengatakan apa yang Delisa katakan. Tapi, aku masih dikalahkan dengan gengsiku.

Sekarang aku ingin mengatakannya, bukan untuk mama saja, ayah juga dapet. "Ayah, Mama.. Meikha sayang kalian karena Allah."
Gengsiku sekarang pecah Ma, Yah, pecah karena tak kuat menahan rasa sayangku kepada Ayah dan Mama.

Ayah, Mama..

Terimakasih atas segalanya. Aku, anak pertamamu, gadis satu-satunya dikeluarga ini menyayangi kalian.
Ayah, Mama..
Aku takut. Aku takut. Aku takut ketika aku menjadi dewasa nanti, aku tak bisa seperti ayah dan mama. Aku takut. Aku takut, aku tak sempat membalas jasa ayah dan mama. Aku takut aku tak bisa membahagiakan ayah dan mama. Aku takut, kalian tidak merasakan buah hasil jerih payah kalian selama ini. Aku takut.

Ayah dan mama ku lulusan dari ITB, teknik mesin dan Farmasi. Sungguh keren dan luar biasa sekali bukan? Ya, dan aku takut, bagaimana kalau aku tak bisa mengijakan kakiku di ITB selama beberapa tahun. Aku takut, kalau aku hanya menjadi beban bagi kalian.


Betapa sering aku mengecewakan kalian. Sering sekali. Sampai tak terhitung. Sekali lagi maaf kan anakmu yang tak tahu diri ini.


Ayah mama.. maaf, aku tak bisa berhenti menangis saat menulis ini. Air mataku tak bisa berhenti menetes. Maaf, aku menjadi cengeng. Tapi, sungguh.. aku tak menyuruh air mataku untuk keluar, dia menetes begitu saja. Mungkin karena aku malu belum bisa memberikan sesuatu kepada kalian, meskipun kalian tidak pernah mengaharapkan sesuatu dariku. Aku malu, ketika aku terus bermanja dan berminta pada kalian, sedangkan aku tidak pernah melihat kondisi kalian. Maafkan aku.


Sekali lagi, Aku sangat mencintai kalian.


Setelah membaca tulisan ini, aku ingin sekali merasakan hangatnya pelukan kalian, aku ingin minta maaf. Ayah Mama.. andaikan sekarang aku bisa berbicara lancar, pasti akan aku bacakan sendiri untuk kalian.


Terimakasih Ayah..

Terimakasih Mama..
Terimakasih banyak kepada Tuhan Yang Menciptakan orangtuaku, Alloh SWT.

Aku mencintai kalian..


Meikha

0 komentar:

Posting Komentar