Terlepas dari soal program nuklir dan ancaman
penutupan Selat Hormuz, bagi Amerika dan sekutunya, Iran adalah
kerikil yang mengganggu proyek internasional Amerika di kawasan itu.
Menguasai kawasan Timur Tengah sangat penting bagi Amerika dalam rangka
menahan laju India dan China yang sangat bergantung dengan minyak Timur
Tengah, sekaligus mengeliminir pengaruh Rusia.
Sejak revolusi para mullah dibawah pimpinan
Ayatullah Khoemeni pada tahun 1979 yang menumbangkan sekutu Amerika,
Shah Reza Pahlevi, Iran telah menjadi target Amerika. Pendudukan
Kedutaan Amerika di Teheran oleh para aktivis mahasiswa pada 4 November
1979 yang diikuti penyanderaan 52 orang diplomatnya selama 444 hari,
merupakan peristiwa yang memalukan Amerika dan cukup menjadi alasan
untuk memutuskan hubungan diplomatik pada 7 April 1980. Selanjutnya,
dengan dalih HAM dan demokrasi Amerika gencar menjatuhkan berbagai
embargo, operasi intelegent dan operasi militer.
Pada 24 April 1980, Amerika melakukan operasi militer dengan sandi
“Operation Eagle Claw” sebagai pendahuluan penyerangan terhadap Iran.
Operasi ini berakhir gagal, 8 anggota militer Amerika tewas
dan beberapa ditahan. Penyerangan dihentikan seiring penandatangan
Algiers Accords di Aljazair pada 19 Januari 1981. Sehari setelahnya,
kedua pihak saling melepaskan tawanan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhO2hsj6NTCRNnoeDz1f-ppNKsA2NG2DDcauMybfLHBufYi70jZn8-ryOpy-MTTJR_q1pedWapKiO_FGLCBzRyRb5lqIf5mijVMLkABjPlmX3JyEXZZyCqiH2lv68b7EnLlfK1__85oxNDb/s320/gal578346370.jpg)
Pada 3 Juli 1988, Angkatan Laut Amerika meluncurkan
missile dari kapal cruiser USS Vincennes dan menghancurkan pesawat
Airbus A300B2 milik Iran yang terbang di atas Selat Hormuz. Pesawat
komersial berjadwal ini hancur, 290 masyarakat
sipil dari 6 negara tewas termasuk 66 anak-anak. USS Vincennes berada
di teluk Persia sebagai bagian dari “Operation Earnest Will”. Kepada
PBB, Iran mengajukan peristiwa itu sebagai tindakan teroris oleh negara.
Amerika menjawab bahwa itu sebagai “insiden yang tidak disengaja”.
Pada Oktober 1992, Amerika menetapkan sangsi
atas kecurigaan terhadap Irak dan Iran yang diduga mengembangkan senjata
pemusnah masal (WMD). Tahun 1994, Conoco (perusahaan minyak Amerika)
menandatangani kontrak investasi minyak dengan Iran sebesar US $ 1
milyar. Merasa kecolongan, pada Maret 1995, Amerika menetapkan embargo
total terhadap segala jenis investasi dan perdagangan.
Pada tahun 1993, Amerika mengeluarkan
kebijakan “dual containment” dengan menerbitkan ILSA (Iran Libya
Sanctions Act), yang berisikan sangsi bagi perusahaan-perusahaan diluar
Amerika Serikat yang melakukan investasi di Iran dan Libya senilai
diatas 40 Juta US$ setahun. Tahun 1996, kebijakan “dual containment”
difokuskan kepada Iran, terbitlah ISA (Iran Sanction Act) yang merupakan
pengetatan dari sangsi sebelumnya, yaitu pemberian sangsi kepada setiap
perusahaan dari negara manapun yang melakukan investasi lebih dari 20
juta US$ per-tahun dalam industri minyak Iran.
Nuklir Pemicu Sengketa
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh23_UzC3oOFHlH8bxinx19x379EvjW_teXTMTV0kWdmTAxudJnqqCJvQ2_6pVKXc6pzkn0BBXcnltcl7qyhqX7hMuoWORZhrblgf028g7cTlfs7ZnFTrHMu2SqZrg_nUv09KbgKG2HaEsJ/s320/Iran.jpg)
Pada Agustus 2001, Presiden Bush
menandatangani sebuah rancangan undang-undang perpanjangan masa
berlakunya ILSA menjadi sebuah Undang-undang resmi. Pada 29 Januari
2002, Presiden Amerika George W. Bush menyebut Iran bersama Iraq dan
Korea Utara sebagai negara poros setan “Axis of evil”. Bush
berupaya menyerang ketiga negara. Rencana serangan ke Korea Utara
batal, karena Amerika tidak didukung sekutu dekatnya (Korsel dan Jepang)
serta ditentang keras oleh China. Amerika mengalihkan ke Iraq, sambil
mengintip Iran.
Tahun 2002 Iran menghentikan kerjasama dengan
IAEA dan melarang segala bentuk pengawasan dan inspeksi terhadap
program nuklir Iran. Iran beralasan IAEA bekerja tidak jujur dan menjadi
bagian dari spionase Amerika dan Israel.
Usai Sadam Husein tumbang, pada Juni 2005, Amerika bersiap menyerang
Iran.Persiapan dilakukan dengan mengambil markas di Azerbaijan. Diluar
dugaan, Amerika mendapat perlawanan sengit dari kaum pejuang Irak,
rencana penyerbuan ke Iran pun ditangguhkan. Amerika kemudian
menggunakan kelompok Jundullah untuk melakukan teror dan sabotase
terhadap berbagai
kepentingan Iran. Dalam aksinya ini, Jundullah berhasil membunuh
sekitar 400 tentara Iran. Jundullah sendiri merupakan kelompok militan
Islam yang berbasis di Waziristan, Pakistan, yang diorganisir dan
didanai Amerika. ABC (the American Broadcasting Company) mengungkapkan
hal ini dengan mengutip The Washington Times pada 3 April 2007.
Amerika juga
mensponsori dan menggunakan kelompok minoritas Ahwazi Arab dan Baluchi
untuk melakukan operasi dibawah kendali CIA dan the Joint Special
Operations Command (JSOC) hingga tahun 2008. Sasaran utama operasi ini
adalah serangan terhadap pasukan Garda Revolusi Iran.
Menginjak tahun 2006, Amerika berhasil
menggalang dukungan PBB untuk menjatuhkan sangsi terhadap Iran terkait
program nuklir. Sejak itu setidaknya ada lima sangsi krusial yang
dijatuhkan PBB kepada Iran. Iran menolak mentaati sangsi dengan alasan
nuklir Iran untuk kepentingan damai dalam rangka memenuhi kebutuhan
listrik dalam negeri, bukan untuk kepentingan militer sebagaimana yang
dituduhkan Amerika dan sekutunya.
Untuk meredakan kecurigaan Amerika dan sekutunya, Iran
menawarkan eksporturanium untuk pengayaan di luar negeri,
namun ditolak Amerika. Amerika bahkan lebih agresif melakukan berbagai
operasi di Iran, terutama operasi intelejen, teror dan sabotase. Korban
pertama operasi yang menyasar fasilitas nuklir Iran adalah Ardeshir
Hoseynpur, seorang ahli nuklir Iran, yang tewas akibat gas beracun
pada Januari 2007.
Berbagai Sangsi PBB Kepada Iran Terkait Program Nuklir
24 September 2005
IAEA mengeluarkan resolusi untuk membawa isyu nuklir Iran ke Dewan Keamanan PBB
5 April 2006
Resolusi DK PBB
Meminta Iran untuk dalam waktu 30 hari menghentikan program nuklirnya dan memperbolehkan IAEA untuk melakukan inspeksi
31 Juli 2006
Resolusi DK PBB No 1696/2006
Meminta Iran untuk dalam waktu satu bulan menghentikan program nuklirnya atau akan dikenai embargo ekonomi
2006
Resolusi DK PBB No 1737/2006
Melarang negara-negara
untuk membantu atau menjual alat atau bahan atau teknologi yang
memungkinkan digunakan Iran untuk menjalankan program nuklir
2007
Resolusi DK PBB No 1747/2007
Pembekuan aset-aset berharga Iran dan sangsi bagi personal atau negara yang membantu pengembangan nuklir Iran
2008
Resolusi DK PBB No 1803/2008
Memerintahkan Iran untuk secepatnya menghentikan pengayaan uranium serta riset-riset tentang uranium
Juni 2010
Resolusi DK PBB No 1929/2010
Memperketat sangsi dalam bidang perdagangan, finansial dan investasi terhadap industri minyak dan gas
Tanggal 23 Maret 2007, Iran menangkap 15 Marinir Inggris yang berupaya
melakukan penyusupan ke wilayah Iran. Inggris dan Amerika meradang,
pada Oktober
2007 Amerika menjatuhkan sangsi terhadap Bank Sepah, Bank Arian, Bank
Kargoshaee, Bank Melli dan Bank Saderat sebagai upaya blokade
perdagangan Iran. Ketegangan semakin meningkat di Januari
2008, ketika Angkatan Laut Amerika dan Iran sudah saling berhadapan di
Selat Hormuz. Pada Juni 2008, Iran melakukan blokade Selat Hormuz selama
lima jam sebagai respon rencana penyerangan Israel.
Pada April 2009, kembali Amerika menjatuhkan
sangsi IRPSA (the Iran Refined Petroleum Sanctions Act of 2009) yang
berisi ancaman kepada pihak yang terlibat dalam industri penyulingan
minyak Iran. Pada 18 Juni 2009, Inggris membekukan aset Iran senilai
$1.59 miliar. Pada 19 November 2009, Amerika menambahkan sangsi IRPSA
meliputi pelarangan penjualan peralatan eksplorasi minyak dan gas
terhadap Iran, baik itu yang dilakukan negara, perusahaan maupun
individu. Pada 26 Juli 2010, Uni Eropamengesahkan sanksi untuk membatasi
kegiatan investasi minyak dan gas dalam upaya membatasi produksi gas
alam Iran.
Pada November 2011, IAEA mengeluarkan laporan mengenai program nuklir Iran,
bahwa kemajuan program nuklir Iran telah sampai pada tahap kemampuan
membuat hulu ledak untuk rudal nuklir. Iran diminta menghentikan program
nuklirnya atau akan dijatuhkan embargo terhadap eksport minyak Iran.
Presiden Iran, Ahmadijenad,
mengatakan bahwa Iran tidak akan menghentikan program nuklir yang
ditujukan untuk kepentingan damai dalam rangka memenuhi kebutuhan energi
dalam negeri. Fasilitas pengayaan uranium Natanz hanya menghasilkan
uranium dengan kadar 20 persen, sementara untuk membuat senjata
nuklir dibutuhkan uranium berkadar 90 persen. Sebagai penandatangan
Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan anggota Badan Energi Atom
Internasional (IAEA), Iran berhak mendayagunakan teknologi nuklir untuk
tujuan damai. Hal itu dibuktikan pada 4 September 2011 dimana PLTN
Bushehrtelah mampu menyalurkan listrik ke berbagai gardu listrik.
Ahmadinejad juga menegaskan bahwa Iran tidak
berambisi membangun senjata nuklir, daripada biaya untuk membangun
senjata nuklir lebih baik untuk mengembangkan budaya dan sastra.
“Anggaran Iran untuk riset nuklir hanya 250 juta dolar AS, sementara
Presiden Obama telah menambah alokasi 81 miliar dolar AS untuk
meningkatkan teknologi bom nuklir mereka di tahun ini saja, Amerika
punya 5.000 Hulu Ledak Nuklir, mengapa hanya Iran yang diributkan.
Negara-negara macam USA inilah yang berbahaya. Bukannya Iran.” kata
Ahmadinejad, sebagaimana dikutip dari Irib (26/1/2011).
Iran merasa diperlakukan tidak adil
dalam hal ini, karena semakin Iran kerjasama dengan IAEA semakin Iran
dipojokkan. Iran menuduh bahwa IAEA adalah boneka Amerika-Israel yang
berkonspirasi untuk menghancurkan Iran. Pada 11 Januari 2012, Mustafa
Ahmadi-Roshan (direktur pengayaan uranium Natanz) tewas usai
ditemui sejumlah anggota IAEA ketika
melakukan inpeksi terhadap nuklir Iran. Pola serangan terhadap Mustafa
mirip dengan korban-korban sebelumnya dan selalu berkaitan dengan IAEA.
Beberapa Serangan Terhadap Iran Yang Ditujukan Untuk Menghambat Program Nuklir Iran
Waktu
Serangan
Keterangan
Januari 2007
Ardeshir Hoseynpur (Ahli fisika nuklir Iran)
Tewas akibat gas beracun
Juni 2009
Shahram Amiri (Anggota Organisasi Energi Atom Iran dan peneliti di Universitas Teheran)
Diculik saat berada di Arab Saudi. Pada 13 Juli 2010, berhasil melarikan
diri dan berlindung di Kedutaan Besar Pakistan di Washington, D.C. dan
atas bantuan Pakistan Shahram Amiri dapat dipulangkan ke Iran.
12 Januari 2010
Masoud Ali Mohammadi (Profesor fisika senior Universitas Teheran)
Tewas akibat bom sepeda motor yang meledak di dekat mobilnya
29 November 2010
Majid Shahriari (profesor fisika nuklir khusus dalam bidang transportasi neutron)
Tewas dengan serangan bom yang diletakkan pada sebuah sepeda motor dekat mobilnya
November 2010
Fereidoun Abbasi (kepala badan atom Iran)
Diserang dengan bom, hanya menderita luka
23 Juli 2011
Darioush Rezaei
Tewas ditembak tepat di tenggorokan di depan putrinya di Teheran.
12 November2011
Jenderal Hassan Therani Moghaddam (Kepala program riset rudal Iran)
Hasan dan 17 pegawai tewas, akibat serangan pada instalasi pembuatan rudal balistik di Bidganeh
11 Januari 2012
Mostafa Ahmadi Roshan (Direktur fasilitas pengayaan uranium Natanz)
Tewas akibat serangan bom mobil yang ditempelkan oleh dua pengendara motor
Duta Besar Iran untuk PBB, Eshagh Al Habib, dalam pidatonya di depan DK PBBtanggal 19 Januari 2012,
mengatakan ada indikasi kuat bahwa para “teroris” pembunuh
Ahmadi-Roshan berhasil melakukan aksi kejinya berkat informasi yang
diperoleh dari sejumlah badan PBB dan IAEA (International Atomic Energy
Agency). Iran hanya memberikan data soal program nuklirnya kepada IAEA, termasuk nama-nama pakar nuklir yang dimiliki Iran.
ACIS (Arabic Center for Iranian Studies), sebuah
Pusat Pengkajian Iran di Arab mengatakan para pemeriksa dari Badan
Energi Atom Internasional (IAEA) telah menyerahkan nama-nama ilmuwan
nuklir Iran ke Mosad. Sebuah media Jerman, Derspiegel, mengatakan hal serupa berdasar informasi yang layak dipercaya.
Intelejen Iran melaporkan bahwa sejak setahun
ini, skala dan kualitas serangan lebih masif. Pada bulan Mei 2011, Iran
menangkap 30 orang yang melakukan kegiatan spionase untuk AS. Pada 17
Desember 2011, Kementerian Intelijen Iran juga mengumumkan telah
menangkap seorang mata-mata yang merupakan staf analis CIA yang bertugas
menembus aparat intelijen Iran.
Amerika juga mengirimkan pesawat mata-mata
paling canggih yang dimilikinya, yaitu RQ-170 Sentinel. Namun pada 4
Desember 2011 Iran berhasil menangkap RQ-170 dengan kerusakan minim.
Amerika minta pesawatnya dikembalikan, tapi Iran mengembalikannya dalam
bentuk replika berukuran 1/80 dari ukuran aslinya yang telah diproduksi
masal dan dijual luas sebagai mainan anak-anak seharga US$ 4 dolar (Rp
36 ribu).
Selain akan mengembangkan pesawat serupa, Iran juga berniat memberikan
prototypenya ke Rusia dan China, dua negara raksasa yang juga musuh
besar Amerika.
RQ-170 adalah pesawat mata-mata tanpa awak yang dirancang sebagai
pesawat siluman yang tak terlacak radar. RQ-170 dibuat oleh Lockheed
Martin AS dengan panjang 26m, lebar 4,5m dan tinggi 1,84m,
dilengkapi sistem pengumpulan data modern di bidang elektronik, visual,
komunikasi, dan sistem radar. Kemampuan
Iran melacak dan menangkap RQ-170 dalam keadaan utuh mengejutkan dunia.
Selama ini dipercaya bahwa penguasaan terknologi tersebut masih
terbatas pada Amerika dan Israel. Tetapi Iran mampu meladeni perang
elektronik dari kedua negara tersebut. Bahkan pesawat sejenis dengan
teknologi yang lebih canggih milik Israel, baru-baru ini juga jatuh
ketika tengah dalam persiapan melakukan tugasnya ke Iran. Eric
Schmidt, CEO Google Inc, dalam wawancara dengan CNN mengakui kemampuan
luar biasa dari para ahli perang cyber Iran, terutama keberhasilannya
menangkap RQ-170.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpCVH6JYAD7e_jX1dxEcLuOtCRO_zGtUgHOkk9Mwe9yPIOhZXsiO5Vuw1qEF-qgBW3ZthdOSZojG45kKtxM4Nktg3vScbxkH_gTygo7Et5NO-9mzG0J2fhCE1qZuAaEhCfYXCegJcenO02/s320/Kapal+Induk+USS+Abraham+Lincoln+%2528CVN-72%2529.jpg)
Embargi Gagal, Amerika Siapkan Perang
Berbagai perang ekonomi yang dilancarkan
Amerika dan sekutunya sejak 1980 hingga saat ini, tidak banyak menuai
hasil. Juga dengan sangsi terbaru yang diharapkan membuat berbagai
negara memutuskan hubungan dagang dengan Iran. Pada 26 Januari 2012,
India tetap mendatangkan minyak dari Iran yang merupakan pemasok 12
persen dari kebutuhan minyak mentah India. Untuk transaksi ini India
membayar dengan mata uang rupee yang kemudian dapat digunakan oleh Iran
untuk membayar berbagai impor dari India. Sebelumnya India
menggunakan US $ untuk membayar minyak Iran. Pada 3 Februari 2012, Cina
juga mengirim dua supertanker untuk membawa sekitar 2 juta barel minyak
mentah dari Iran ke Pulau Khark, Cina. Dua kapal lainnya, Davar dan
Hoda, juga telah berada di terminal minyak Iran untuk mengangkut 2,4
juta metrik ton minyak mentah menuju Cina.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmIeuDCIDBAqHfm5lE8xDaMrdoAZV4QCumSULz81AuiObjoSNZ0WgBuQW1aN4G9_HvDlplZkYeGF_dABMr8JPjQltSElryfDUc_lPU34YJfUIF5vkSbtX-NxVBAcQeww3KAv2y6hOCQ1Wi/s320/b1.jpg)
Damai mungkin jalan terbaik, tapi sengketa
selama 32 tahun nampaknya membuat Amerika sudah kehabisan kesabaran.
Akankah kedua belah pihak menyelesaikan urusannya di Selat Hormuz pada
Juli nanti?? (misbach zakaria)
(Source: hankam.kompasiana.com)
0 komentar:
Posting Komentar