Hei kamu.. iya kamu, yang bernama jiwa manusia…
Kamu merasa sudah
lama mengaji, banyak
ilmu yang dikuasai, berasa otak cerdas sekali…
berduyun-duyun orang bertanya padamu sana-sini…
Lalu kamu ingin memuji diri?
Hei, fiqh perbandingan
madzaahib apa sudah semuanya kau kuasai? Atau kau merasa ilmumu sepantaran Imam Al-Bukhari dan An-Nawawi? Hingga kamu merasa
pintar sendiri? Kemudian kau membuat orang merasa tolol dengan sikapmu yang “sok tinggi”.
Janganlah demikian…
Ilmu Allah laksana samudera tak bertepi. Pun di atas langit keilmuan
seseorang, masih ada langit di atasnya lagi. Di atas itu semua ada Dzat
yang Maha Mengetahui. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ (76)
“
… dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (Qs. Yusuf: 86)
قيل إن العلم ثلاثة أشبار : من دخل في الشبر الأول، تكبر ومن دخل في الشبر الثانى، تواضع ومن دخل في الشبر الثالث، علم أنه ما يعلم.
“Ada yang berkata bahwa sesungguhnya ilmu itu terdiri dari tiga
jengkal. Jika seseorang telah menapaki jengkal yang pertama, maka
dia
menjadi tinggi hati (takabbur). Kemudian, apabila dia telah menapaki
jengkal yang kedua, maka dia pun menjadi rendah hati (tawadhu’). Dan
bilamana dia telah menapaki jengkal yang ketiga, barulah dia tahu bahwa
ternyata dia tidak tahu apa-apa.” (Dinukil dari kitab
Hilyah Thalibil ‘Ilmi, buah
pena Syaikh Bakr ibn ‘Abdillaah Abu Zaid
rahimahullaah).
Dari ‘Abdullah
bin Mas’ud
radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ
يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ
يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“
Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat
kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana
dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal
yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan
orang lain.“ (HR. Muslim)
تواضع تكن كالنجم لاح لناظر # على صفحات الماء وهو رفيع
ولا تكن كالدخان يعلو بنفسه # على طبقات الجو وهو وضيع
“Rendah hatilah…jadilah laksana
bintang bercahaya yang tampak di bayangan
air
yang rendah, padahal sebenarnya dia berada di ketinggian. Jangan
menjadi laksana asap, yang membumbung tinggi dengan sendirinya di
lapisan udara yang tinggi, padahal sebenarnya dia rendah.”
Kamu, yang mengaku meniti Jalan Salaful ummah…
Coba lihat akhlakmu ini! Mulut
kotor penuh hujatan, mencela, dan memaki! Mana sajakah dari akhlak
mereka yang kau tepati? Coba kau hitung dengan jari! Pandai mengaku tapi
tak jua baik budi!
وكل يدَّعي وصلاً بليلى …. وليلى لا تقر لهم بذاكا
“Semua orang mengaku punya hubungan
cinta dengan Laila, namun Laila tak membenarkan pengakuan mereka.”
Janganlah demikian…
Pengakuan itu tidak hanya sekadar di lisan belaka, namun harus dibuktikan dengan amalan yang nyata wahai yang bernama jiwa…
Kamu.. yang sudah berpakaian syar’i..
Kamu melirik sinis ke akhawat baru mulai serisu belajar agama,
merendahkan mereka dengan gelagatmu yang membuat mereka jengah. Apa
engkau mengira dirimu ini sudah
shaalihah setengah mati ?!
Allah
Subhaanahu wa Ta’aala berfirman,
فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“
..Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (Qs. An-Najm:32)
Janganlah demikian.. berpakaian syar’i tidak serta merta menjadikan
diri kita seutuhnya baik dan suci. Bisa jadi di sisi lain mereka lebih
baik darimu, karena ternyata, mungkin dianara yang berjilbab syar’i
masih ada yang suka ber-ghibah tentang itu dan
ini? Janganlah merasa surga sudah engkau
booking sendiri.
Kamu, yang sudah menghafal Al-Qur’an seluruhnya…
Tak usahlah merasa paling hebat sedunia. Apa tajwidnya sudah benar kau
terapkan dengan sempurna? Apa hafalanmu mencapai derajat “
itqaan” di
luar kepala?
Kamu, yang sudah menghafal hadits ribuan banyaknya…
Tidak perlu kau rasa otakmu paling kencling sejagat
raya.
Oke, kamu mungkin sudah berhasil menghafal sekaliber Shahih Bukhari.
Tapi apakah kamu sudah menguasai dan menghafal berbagai kitab induk
hadits lainnya? Lengkap dengan penjelasannya? Plus menguasai serba-serbi
ilmu tentang haditsnya?
Janganlah demikian…
Sesungguhnya hafalanmu bukan untuk sekadar berbangga-bangga belaka. Apa
engkau sudah mentadabburi isinya? Kau amalkan yang kau hafal dan
baca?
Belum tentu semua yang kau hafalkan, dapat benar-benar kau amalkan
dalam kehidupan nyata. Berhati-hatilah tercabutnya nikmat hafalan itu
semua, kala hatimu lengah mencari ridha manusia.
Kamu, yang pandai menghias bacaan Al-Qur’anmu…
Mungkin suaramu itu seperti Syaikh Musyari dan Syaikh Fahd Al-Kandari.
Atau tajwidmu secermat Syaikh Al-Hudzaifi. Lantas kamu jadi pamer dan
berbangga hati? Subhaanallah? membaca Al-Qur’an kok hanya ingin dipuji: “
Maa Syaa Allaah…suara dan cengkok lagunya indah sekali…“.
Janganlah demikian…
Sesungguhnya memiliki suara indah hanyalah anugrah sekaligus fitnah dari
Allah bagi diri. Jika kamu terus berbangga hati, bisa jadi nikmat suara
indahmu nanti dicabut oleh Allah, hingga suaramu jadi sumbang, atau
malah tak memiliki pita suara sama sekali [wal'iyaadzubillaah].
Syukurilah dan gunakan itu untuk menambah pahala bagi dirimu sendiri.
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“
… dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah
(datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemadharatan, Maka hanya
kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (Qs. An-Nahl : 53).
Kamu, si pintar dari universitas ternama…
Apa sih sumbangsihmu bagi
negara dan agama? Tak usahlah kau jadi besar kepala! Kalaupun kau sudah menyumbang manfaat bagi sesama, belum tentu itu
kan berbuah pahala. Iya, karena tendensimu ternyata tak lebih dari perkara dunia semata, bukan karena ikhlas mencari ridha-Nya.
Kamu, yang bisa baca kitab dan berbahasa arab…
Mengapa hal itu membuatmu begitu tinggi hati? Kesalahan wajar pemula kau
caci maki. Bercerminlah terhadap diri, Apakah dahulu engkau tak pernah
tersalah dalam belajar sama sekali?
Kamu, yang bergelimang harta…
Memandang orang tak punya dengan sebelah mata. Lagakmu itu
bak dunia milik pribadimu saja. Untuk urusan sedekah,
Subhaanallaah… begitu pelitnya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Qs. At-Taghabun: 15)
Kamu, yang (katanya) berjihad di jalan Allah menegakkan agama-Nya…
Klaim mu telah “
mengorbankan segalanya“. Belum tentu amalanmu diakui di sisi-Nya. Iya, karena dengan amalanmu, kamu berbuat ‘ujub dan riya! Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“
Tiga perkara yang membinasakan: rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri” (HR. At-Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath)
Kamu, penulis
nasihat yang (katanya) bijak dan disukai…
Apa kau pikir tulisanmu itu paling cemerlang sendiri? Lalu kamu jadi
berbangga hati? Merasa sudah jadi penasihat sejati? Amboi, berkacalah
diri.. jangan-jangan kamu bak lilin yang membakarmu sendiri. Sudah
menasihati tapi tak dijalani.
Dari Usamah bin Zaid
radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “
Seseorang
didatangkan pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka, hingga
usus perutnya terburai, lalu dia berputar-putar di dalam neraka seperti
himar yang berputar-putar pada alat penggilingnya. Lalu para penghuni
neraka mengerumuninya seraya bertanya, ‘Wahai Fulan, apa yang telah
menimpamu? Bukankah engkau dahulu menyuruh kami kepada yang ma’ruf dan
mencegah kami dari yang munkar?’ Dia menjawab, ‘Memang aku dulu menyuruh
kalian kepada yang ma’ruf, tapi justru aku TIDAK melakukannya, dan aku
mencegah kalian dari yang mungkar, tapi aku justru melakukannya.” (HR.Bukhari & Muslim)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا
تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا
تَفْعَلُونَ (3)
“
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu MENGATAKAN sesuatu
yang kamu TIDAK KERJAKAN? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika
kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (Qs. Ash-shaf: 2-3)
Kamu.. kamu… kamu… jangan sombong wahai jiwa…
Kamu.. kamu… kamu… jangan merasa ‘ujub dan riya duhai manusia…
Dengan segala kelebihan yang kau punya. Sejatinya kelebihanmu itu
semua bak pisau bermata dua, yang dapat menghantarkanmu ke surga, atau
menjerumuskanmu ke dalam neraka. Ya, karena kelebihanmu itu dapat
menjadi karunia yang berbuah pahala, atau bencana yang berujung dosa.
—
Penulis: Fatih Daya Khoirani
Artikel Muslimah.Or.Id